Ini Dia Musafir Yang Diperbolehkan Meninggalkan Shalat Jumat
Adapun syarat syarat shalat jumat seperti yang tertulis dalam kitab Matnul Ghayah wat Taqrib karya Imam Abu Suja, Nabi Muhammad SAW bersabda “;Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka wajib baginya shalat jumat kecuali perempuan, musafir, hamba sahaya dan orang yang sedang sakit” (Diriwayatkan oleh Daruquthni dan lainnya dari Jabir ra). Pada praktiknya shalat jumat sama seperti shalat shalat fardhu lainnya.
Ada beberapa syarat khusus yang harus dipenuhi ketika menjalankan shalat jumat, yaitu pertama hendaklah diadakan di negeri kota atau desa. Kedua jumlah orang tidak kurang dari 40 dan ketiga masih adanya waktu shalat jumat, jika waktu telah habis atau syarat yang lain tak terpenuhi, maka dilaksanakanlah shalat dhuhur. Dengan demikian shalat jumat selalu dilakukan di masjid dan tida boleh dilakukan sendirian di rumah seperti shalat fardhu yang lain. Hal ini tentunya menyulitkan mereka yang terbiasa bepergian jauh. Entah karena tugas negara atau tuntutan pekerjaan.
Shalat jumat tidak diwajibkan bagi mereka yang sedang sakit atau berada dalam perjalanan (Musafir). Khusus untuk musafir atau orang yang sedang dalam perjalanan ada beberapa ketentuan jarak tempuh. Tidak semua yang bepergian meninggalkan rumah bisa dianggap musafir. Sebagian ulama berpendapat bahwa seorang dianggap musafir apabila jarak perjalanan yang ditempuh mencapai 90 km, yaitu jarak diperbolehkannya meng-qashar shalat. Itu pun dengan catatan agenda perjalanannya bersifat mubah (Dibenarkan secara agama, tidak untuk maksiat) dan sudah berangkat dari rumah sebelum fajar terbit.
Bolehnya meninggalkan shalat jumat oleh musafir ini disebut rukhsah/dispensasi, yaitu perubahan hokum dari sulit menjadi mudah karena adanya udzur. Bepergian menjadi udzur seseorang untuk menjalankan shalat jumat, karena dalam perjalanan seseorang biasa mengelami kepayahan. Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan hidup seseorang, tidak jarang mereka harus melakukan bepergian. Seringkali seseorang masih dalam perjalanan ketika waktu shalat jumat tiba. Tetapi keringanan atau rukshah ini tak berlaku jika status seseorang telah berubah menjadi mukim, yaitu dengan berniat menetap ditempat tujuan selama 4 hari.
Contohnya jika seseorang dari Surabaya pergi ke Jakarta lalu berniat menginap di rumah sanak family selama lima hari, maka tidak berlaku baginya keringanan berpergian rukshal al safar, maka dia tak diperbolehkan meninggalkan shalat jumat, jamak, atau qashar shalat. Maka status musafir masih berlaku baginya dan masih mendapatkan rukhshah selama delapan belas hari. Oleh karena itu untuk menentukan seseorang sebagai musafir perlu ditentukan beberapa hal. Pertama jarak jauhnya harus telah mencapai masafatul qasr (kira ira 90 km), kedua tujuannya bukan untuk maksiyat.