Hal-Ikhwal Labeling Bagi Kamu Sang Calon Ibu Idaman

TendyNews.com - Labeling, begitulan istilah psikologis yang menggambarkan bagaimana anak-anak di cap dengan kata-kata tertentu misalnya si malas, si bodoh, si nakal dan lainnya. Labeling biasanya mengarah pada pemberian label atau cap yang di dasari ciri-ciri yang di anggap oleh masyarakat sebagai ciri-ciri minoritas, maksudnya hal-hal yang secara tidak langsung tidak disetujui keberadaannya dalam suatu kelompok masyarakat, misalnya perilaku yang menyimpang. Untuk itu munculah label-label bagi anak-anak yang dinilai memiliki perilaku yang salah suai seperti si nakal, si bodoh, si pemberontak, si pengkritik dan lainnya. Selengkapnya berikut  tentang labeling bagi kamu sang calon ibu idaman:

Menurut A Handbook for The Study of Mental Health, label adalah sebuah definisi yang ketika diberikan pada seseorang akan menjadi identitas diri orang tersebut dan menjelaskan tentang tipe bagaimanakan seseorang itu. Agaknya nasihat yang mengatakan bahwa setiap ucapan doa adalah benar adanya. Dengan melabeli seseorang dengan label negatif maka ia berpotensi memiliki kepribadian dan identitas diri sesuai dengan cap atau label yang diberikan.

Tak ayal, ketika kita melabeli anak dengan julukan ‘ si bodoh’ maka kita akan cenderung memperlakukannya sebagai anak bodoh. Kita menjadi malas untuk memberikan tantangan yang dapat meningkatkan kecerdasan mereka karena kita berpikir bahwa tantangan tersebut terlalu berat terutama bagi mereka yang di labeli sebagai anak bodoh. Cara kita memperlakukan anak-anak sebagai anak bodoh akan menjadi suatu hal yang di iya kan oleh anak sehingga akhirnya mereka menjadi anak yang bodoh.

Hal ini berkaitan dengan apa yang dikemukakan oleh Peggy Thoits (1999) bahwa, orang yang diberi label menyimpang (deviant) dan diperlakukan sebagai orang yang menyimpang, akan menjadi menyimpang. Sebagai contoh, jika seorang anak diberi label ”nakal”, misalnya, maka ia pada akhirnya akan menjadi anak yang nakal.

Menurut Herlina salah satu Dosen Psikologi Universitas Pendidikan Indonesia, Labeling memberikan dampak negatif melalui 3 cara.

Pertama, melalui self-labeling (self-concept/konsep diri). Menurut Sigmund Freud, konsep diri berkembang melalui pengalaman, terutama perlakuan orang lain terhadap diri sendiri secara berulang-ulang. Dengan menerimalabel ”nakal” dari orang lain maka dalam diri anak akan terbentuk konsep bahwa dirinya adalah seorang anak yang nakal. Dengan konsep diri sebagai ”anak nakal”, maka ia mengukuhkan konsep diri tersebut dengan menampilkan perilaku-perilaku tertentu yang menurut anggapan umum adalah perilaku anak nakal.

Kedua, melalui persepsi orang tua/orang dewasa lain terhadap anak. Apapun yang anak lakukan, orangtua/orang dewasa lain menganggapnya sebagai nakal. Walaupun anak berusaha menampilkan perilaku baik, misalnya membereskan kembali mainannya, namun karena orangtua/orang dewasa lainnya sudah memiliki persepsi negatif, maka bisa saja perilaku baik anak tidak didukung karena dianggap sebagai perilaku ”ada udang di balik batu”. Hal ini membuat anak frustrasi dan tidak mau mengulangi perilaku baiknya karena ia menemui kenyataan bahwa berbuat ”salah sudah jelas dianggap nakal, berbuat baik pun tidak dihargai”.

Ketiga, melalui perilaku orangtua/orang dewasa lain terhadap anak. Berbekal persepsi negatif tentang anak, akhirnya orangtua/orang dewasa lainnya menampilkan perilaku yang tidak memberikan peluang bagi anak untuk memperbaiki diri, misalnya ”Sudahlah, tak usah dinasihati lagi, buang waktu saja. Dia memang nakal, susah dikasih tau”. Akibatnya anak makin tidak tahu perilaku mana yang bisa diterima masyarakat. Demikian proses ini terjadi berulang dan berputar seperti bola salju.



close