Bagaimana Cinta Dalam Pandangan Psikologi?
Bagaimana Cinta Dalam Pandangan Psikologi? |
Bagaimana Cinta Dalam Pandangan Psikologi ?
Cinta adalah bagian terkompleks dalam kehidupan dan keberadaanya didefiniskan secara berbeda dan subyektif oleh setiap orang. Bisa dipastikan tidak ada jawaban sama persis yang mewakili dengan tepat tentang apa itu cinta. Menurut Daniel Goleman cinta adalah salah satu dari macam emosi yang berupa: penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat, dan kemesraan.
Berbeda dengan Daniel Goleman yang mendefinisikan cinta dengan sangat dalam yang menyangkut hal-hal tak kasat mata dalam hidup seperti penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan, dsb. Seorang jurnalis inggris Woodrow Wyatt (1981) mengatakan bahwa,’seorang pria jatuh cinta melalui matanya, seorang wanita melalui telinganya,” Ini artinya, laki-laki lebih mudah mencintai seseorang melalui apa yang dilihat oleh matanya yakni kecantikan dan seorang wanita lebih mudah untuk mencintai laki-laki melalui apa yang di dengarnya tentang dari laki-laki itu. Agaknya inilah salah satu alasan mengapa wanita cenderung menyukai rayuan gombal atau bahkan janji manis.
Jika dianalisis secara kimiawi , keberadaan cinta merupakan salah satu reaksi kiamiawi dan hormonal yang gejalanya hampir sama pada setiap orang diantaranya dengan peredaran darah yang mengalir lebih cepat, semburat merah muncul di pipi, peluh dingin membasahi telapak tangan, helaan nafas yang terasa berat dsb. Teori yang memandang cinta dalam kaca mata kimiawi di gagas oleh Helen Fischer yang menamakan teorinya dengan four years itch. Sebagaimana layaknya proses kimiawi yang memiliki masa dalam proses reaksinya, cinta dalam teori four years itch ini dinilai hanya akan bertahan selama empat tahun. Agaknya, dalam pandangan ini kalimat tidak ada cinta yang abadi adalah benar adanya.
Pandangan lain tentang cinta diungkapkan oleh Robert Stenberg yang dikenal dengan teori segitiga cinta (The Triangular Theory Of Love). Melalui teori ini, Robert Stenberg memandang bahwa sekurang-kurangnya cinta terdiri dari tiga unsur yaitu: Keakraban (Intimacy), Gairah (Passion), dan Komitmen (Decision/commitment).
Unsur pertama adalah keakraban, keakraban menandakan sebuah keterikatan secara emosional yang didalamnya terdapat kepedulian, kedekatan untuk saling memahami, kepercayaan, keterbukaan, kenyamanan dan perasaan emosional lainnya. Sebagaimana perasaan emosi yang berkaitan dengan ingatan alam bawah sadar, agaknya keakraban atau kedekatan inilah yang sulit dilupakan bagi mereka yang sulit Move On.
Unsur kedua adalah gairah, gairah berbicara tentang sisi manusia yang menginginkan kedekatan secara fisik dengan ia yang dicintainya. Gairah ini menjadi alasaan mengapa mereka yang saling mencintai ingin selalu bertemu dan membina hubungan untuk menjadi lebih dekat baik secara fisik maupun psikologis. Gairah ini adalah unsur cinta yang perlu di kontrol baik oleh norma sosial atau agama karena kaitannya dengan hawa nafsu yang perlu dikendalikan oleh manusia agar tidak berakhir pada tempat yang salah.
Unsur terakhir adalah komitmen, komitmen menandakan suatu keputusan untuk membersamai seseorang sampai akhir. Komitmen mngisyaratkan keputusan yang tidak mudah untuk tetap bertahan dengan seseorang dengan menerima setiap kelebihan dan kekurangannya serta menghadapi berbagai hambatan dan rintangan dalam proses mewujudkan komitmen itu sendiri..
Menurut Sternberg, setiap unsur pada tiap-tiap orang berbeda derajatnya. Ada yang hanya tinggi di
gairah, tapi rendah pada komitmen dsb. Kondisi cinta yang ideal menurutnya akan tercipta apabila ketiga komponen cinta tersebut seimbang sehingga membentuk segitiga sama sisi (yang menandakan bentuk cinta yang ideal sesuai dengan teori segitiga cintanya yaitu The Triangular Theory of Love.