Sebuah Renungan Tentang Label ‘’ Anak Haram’’
Tulisan ini terinspirasi dari sebuah kisah nyata yang melibatkan anak tak berdosa hasil hubungan di luar nikah, yah orang menyebutnya anak haram. Bayi ini pasca kelahirannya menjadi beban sosial dan moral bagi ibu yang mengandungnya, sang ibu mengancam sang bapak yang menghamilinya untuk mengambil bayi malang itu ke tangannya dan jika tidak ia tak segan untuk membuangnya.
Sang Bapak biadab pun bingung mengatasi problema ini, ia yang sudah memiliki istri yang sah atau barang kali telah memiliki anak-cucu merasa bingung bagaimana mengatakan hal yang sebenarnya pada keluarga sahnya. Akhirnya pikiran buntu membawanya untuk memint tolong pada kerabatnya yang dirasa mau untuk mengurus anak orang ini. Lalu apa yang terjadi?
Sang bapak biadab akhirnya menemukan orang yang tulus hati untuk mengasuh anak tak berdosa itu. Meskipun dalam pikiran sebagian besar orang mempertanyakan untuk apa mengurus anak hasil hubungan gelap, tapi keluarga ini begitu mempercayai bahwa memlihara satu orang anak manusia seperti halnya memelihara seluruh umat manusia.
Kisah ini tak sampai disini, kehadiran bayi malang itu menjadi dua sisi yang memberikan keceriaan sekaligus kesedihan bagi orang-orang yang merasa enggan untuk menerimanya. Mereka menyebutnya anak haram, atau mereka mengatakan ‘bagaimana bisa memelihara kotoran dalam sebuah rumah’. Yah itulah sebutan orang-orang bagi bayi yang bahkan belum mengerti bahasa manusia itu.
Bayi ini menanggung hukuman sosial atas kesalahan yang diperbuat oleh orang tuanya, bayi sekecil itu baik mengerti atau tidak harus menelan reaksi negative orang untuk menerima keberadaanya. Barang kali orang-orang lupa bahwa ia tidak pernah punya pilihan untuk lahir dari rahim siapa dan dari keluarga yang seperti apa. Orang kadang terlalu naïf untuk sekedar memikirkan bahwa bayi pun tak pernah punya pilihan untuk menjadi anak kiai atau bahkan anak pendosa.
Kesulitan ini tak sampai disini, bagi anak yang datang dari tempat antah berantah hal ikhwal administrasi adalah hal yang sulit untuk dilakukan. Keharusan membuat akta kelahiran yang akan mempermudahkannya masuk sekolah nanti menjadi suatu hal yang sulit dan membingungkan untuk diupayakan.
Manusia begitu mudah untuk bertindak tanpa nalar tapi begitu sulit untuk memikirkan dampak dari tindakan yang mereka perbuat. Orang tua sang bayi yang mungkin ada begitu banyak jenis orang tua seperti ini, menjadi orang yang mematikan kehidupan sang anak secara perlahan. Karena tindakannya yang amoral, mereka telah melukai jiwa suci dengan membuat anaknya menanggung kesalahan yang mereka perbuat.
Jika orang tua sang anak membunuh kehidupannya dengan tindakan, maka barang kali orang-orang membunuh kehidupannya dengan perkataan. Hinaan dan cacian yang disematkan padanya menjadi racun pembunuh yang mungkin saja dapat merusak kondisi psikologisnya. Sering kali kehidupan tak lantas menjadikan kita dewasa untuk lapang menerima bahwa bayi-bayi itu sebagai manusia merdeka layaknya seperti yang lain.
Sebuah kehidupan lahir dan kemudian mati, barang kali inilah yang dapat menggambarkan akibat dari perbuatan yang sangat jelas dilarang Tuhan. Perzinahan bukan hanya menjauhkan manusia dari martabat kemanusiaannya, tapi secara tidak langsung menjadikan manusia sebagai pembunuh kehidupan yang baik bagi anak-anaknya. Maka cukup mengerti bagaimana agama melarangnya bahkan untuk mendekatinya pun tak boleh. Semoga saja kita dilindungi dari perbuatan setan tersebut.