Pudarnya Esensi Pendidikan

TendyNews.com Di sebuah daerah yang terdepan, tertinggal dan terluar indonesia, mereka mengabdikan diri pada Negara. Menjadi sarjana muda yang mengajar di wilayah terpencil adalah satu asa untuk memajukan pendidikan indonesia. Sebutlah irma, sarjana muda lulusan UPI yang tepatnya satu tahun lalu menjejakan kakinya di wilayah perbatasan di Indonesia, menceritakan kisahnya dengan penuh haru. Dalam kisahnya dia berujar, saya adalah orang batak yang terbilang kasar, cara berbicara dan sikap saya pun demikian, kasar dan keras. Namun, ketika saya mengajar di perbatasan indonesia itu, anak didik saya berujar bahwa mereka menyukai saya dan mereka menyukai kelembutan saya dalam mengajar, mereka menyukai cara mengajar saya yang tidak ringan tangan untuk memukul. Yah mereka mengatakan itu, karena saya tau mereka di didik dengan budaya pukul-memukul. Sekolah mereka dekat hutan, sehingga mudah sekali menemukan kayu-kayu yang digunakan oleh guru-guru disana untuk memukul murid-murid yang tidak patuh akan aturan. Selengkapnya tentang pudarnya esensi pendidikan berikut,
Pudarnya Esensi Pendidikan


Pendidikan adalah proses membangun karakter, pendidikan sejatinya adalah proses humanisasi yakni proses memanusiakan manusia secara utuh. Dalam banyak hal, banyak sekali kekeliruan tentang proses pendidikan, kekeliruan ini mengindikasikan adanya ketimpangan antara idealitas dan realitas pendidikan.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.20 tahun 2003,Pendidikan didefinisikan sebagai Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,pengendalian diri,kepribadian,kecerdasan,ahlak mulia,serta keterampilan yang di perlukan dirinya,masyarakat bangsa dan negara. Dari definisi tersebut, ada beberapa point penting yang harus di garis bawahi yaitu:

1) pendidikan adalah usaha sadar dan terencana yang hanya bisa dilakukan oleh manusia yang memiliki akal dan menggunakan akalnya dengan baik. Sehingga dengan hal tersebut, manusia mampu menciptakan suasana yang kaya akan budaya pendidikan, yang bentuk salah satunya adalah pembelajaran secara aktif yang membuat peserta didik secara antusias terlibat didalamnya;

2) pendidikan ditujukan utuk mengembangkan potensi dan karakter manusia secara utuh, potensi spiritual dan potensi intelektual yang mencakup multiple inteligences; dan pengembangan karakter yang meliputi kepribadian, pengendalian diri, dan ahlak mulia.

Esensi pendidikan, sebenarnya terkandung dalam kata “suasana’’. Suasana atau keadaan pendidikan yang memungkinkan manusia untuk mengembangkan seluruh potensinya secara aktif baik itu potensi intelektual, emosioal, spiritual ataupun potensi kecerdasan majemuk yang dimilikinya. Karena esensinya sebagai suasana maka sejatinya pendidikan tidak hanya terbatas pada empat dinding ruangan kelas tapi secara sederhana dapat dikatakan bahwa setiap tempat dapat dijadikan sekolah dan setiap orang dapat dijadikan guru.

Melihat hal tersebut, agaknya ada banyak hal yang harus dipertanyakan, seperti halnya ketika kita melihat ‘’suasana yang tidak berpendidikan’’ yang bahkan ada ditempat yang disebut institusi pendidikan seperti yang terjadi wilayah terpencil ketika pengajar dengan ringan tangan memberikan pukulan kepada anak (adakah kebaikan dapat disampaikan dengan cara yang salah?),

Selanjutnya ketika kita melihat proses pendidikan yang lupa akan orientasinya untuk membentuk karakter manusia seperti yang tertera dalam UU RINo.20 tahun 2003 sehingga proses pendidikan hanya berorientasi pada peningkatan kecerdasan intelektual dengan mengabaikan kecerdasan emosi dan spiritual, dan selanjutnya kesalahan yang paling mendasar adalah ketika kita menganggap bahwa proses pendidikan hanya dibebankan kepada intitusi sekolah sehingga kita sebagai orang tua, sebagai warga masyarakat, sebagai mahasiswa, sebagai pekerja dengan profesi apapun, sebagai pemangku kepentingan dsb, melupakan bahwa pendidikan adalah tugas kita bersama sebagai mahluk Tuhan yang diberi akal dan hati nurani. Ketika pendidikan hanya dibebankan kepada sekolah, maka tak aneh jika yang terjadi adalah suguhanlagu-lagu, tontonan, bacaan, dan perilaku-perilaku tak mendidik yang peserta didik temui ketika mereka keluar dari gerbang sekolah.



close