Ini Dia Positif dan Negatifnya Keberadaan Sebuah Aplikasi Sharing Economy

TendyNews.com- Keberadaan aplikasi sejatinya mempermudah masyarakat yang menggunakannya. Aplikasi mempermudah sebuah proses pekerjaan atau meniadakan sebuah tahapan. Banyak yang dibuat senang, banyak pula yang dibuat malang. Contohnya saja adalah keberadaan angkutan online. Disatu pihak keberadaanya membuat sekelompok masyarakat mendapat penghasilan tambahan dan penggunanya diuntungkan sekaligus dimudahkan. Namun pihak lainnya menganggap aplikasi ini sebagai biasng keladi dari berkurangnya pendapatan.


Terlepas dari bagaimana akhir cerita dan perdebatan ini, atau bagaimana bentuk solusi yang nantinya akan diputuskan, apa yang tengah terjadi saat ini adalah merupakan sebab akibat dari manjurnya sebuah model pasar yang disebut sharing ekonomi. Sharing economy, atau bisa disebut juga konsumsi kolaboratif, adalah sebuah model pasar hybrid, antara pemilik dan pemberi manfaat, yang merujuk pada sharing berbasis peer to peer, atas akses terhadap barang dan jasa, yang diatur dalam sebuah layanan online berbasis komunitas.

Grab dan GoJek adalah salah satu bentuk sharing ekonomi, dimana pihak pembuat aplikasi menyediakan akses langsung kepada masyarakat epada jasa layanan antar jemput. Apakah adanya aplikasi sharing economy memberian manfaat atau malah menciptakan mudharat? Tentunya Anda memiliki versi jawaban masing masing, namun sekali lagi, kita harus melihat solusi terbaik yyang ditawarkan pemerintah agar tak ada lagi pihak yang dirugikan. Kita begitu terpesona dengan aplikasi yang mampu menghubungkan begitu banyak kepentingan dan membantu menyelesaikan beberapa persoalan. Sebuah pasar hybrid tercipta, begutu juga dengan pasar mayanya. Lalu bagaimana dengan pasar nyata dan manusia nyatanya?

 Model pasar sharing economy yang menjarah dunia termasuk Indonesia, bukan hanya Grab dan GoJek saja. Cobalah kita lirik maraknya keberadaan situs belanja online. Aplikasi aplikasi ajaib ini telah mendorong tumbuhnya produktifitas rumahan dan memberikan kemudahan dalam berbelanja. Namun sadar tak sadar, di depan mata kita menyaksikan matinya pasar pasar tradisional yang menjadi perantara antara produsen dan konsumen. Belanja online menjadi hantaman kedua bagi pasar tradisional, yang sebelumnya sudah terkapar dengan keberadaan toko toko swalayan yang menjamur di setiap ujung jalan.

Contoh lain dari sharing economy, yang juga menciptakan kemalangan, namun juga membuat sebagian orang senang adalah AirBnB yang merupakan singkatan dari AirBed and Breakfast, sebuah pasar hybrid online yang mempertemukan pemilik kamar rumahan atau penginapan di satu lokasi tertentu dengan peminat kamar murah seperti pelancong. Cara erjanya serupa. Anda memiliki kamar kosong yang tak digunakan alias kosong, kemudian Anda menawarkan kamar tersebut di AirBnB untuk disewa, tentunya dengan harga yang murah. Jika ada pelancong yang berminat, Anda pun akan mendapatkan euntungan dari sewa kamar tadi. Namun tetap saja ada pihak yang merasa dirugikan, hotel hotel akan tergerus keuntungannya. Mereka tak akan mampu bersaing, karena mereka harus membayar pajak, menggaji karyawan dan biaya lainnya.

Ciri ciri dari aplikasi ini adalah mereka tak memiliki property, AirBnB tak memiliki property kamar atau bangunan hotel, Grab dan Gojek juga tak memiliki property kendaraan bermotor, dan situs belanja online market-place juga tak memiliki persediaan barang untuk diperdagangkan. Bentuk sharing economy serupa yang juga sangat dahsyat pengaruhnya adalah Facebook dan twitter. Kedua aplikasi ini turut memberikan dampak yang besar terhadap industri media massa di dunia termasuk Indonesia. Sharing economy selalu menyebaban pergeseran. Di industry media, penyaluran informasi berubah total, dari yang tadinya berasal dari ekuatan narasumber, menjadi proses informasi yang dipengaruhi oleh kekuatan wacana.
close