Saatnya Berdamai Dengan Badai
Masalah dapat didefinisikan sebagai gap (kesenjangan) antara harapan dan kenyataan. Semakin lebar gap itu semakin menyakitkan masalah itu. Kita berharap memiliki tubuh yang tinggi dengan kulit putih bersinar disertai dengan wajah yang cantik tapi apalah daya jika yang terjadi adalah sebaliknya?,’’ Bukan tidak mungkin kita malah menjadi terluka dan putus harapan.
Bukankah dalam hidup ini tidak semua yang kita inginkan akan terwujud menjadi kenyataan, untuk itu kita perlu berdamai dengan masalah - berdamai dengan badai. Saatnya manusia menikmati setiap kelemahan dan menyiasati kekurangannya.
Pernah kah mendengar Ahmad Junaidi, seorang pengatur polisi lalu lintas yang sangat rajin hingga keberadaannya di muat pada berita media masaa. Ia turun ke jalan setiap pagi dan sore hari, pada saat lalu lintas tengah ramai dan padat. Ia dengan ikhlas mengatur lalu lintas tanpa meminta imbalan kepada pengemudi. Ia menikmati hidupnya. Dan ternyata Ahmad Junaidi bukanlah polisi sungguhan, melainkan hanya seorang pemuda yang mengenakan seragam milik polisi dan bergerak dengan kursi rodanya. Dia memang sudah cacat sejak lahir. Ahmad Junaidi adalah salah satu contoh seseorang yang bia berdamai dengan kelemahan yang dimilikinya.
Lain lagi dengan Ahmad Junaidi, Dr. Glenn Conningham sang pemecah rekor dunia pada lari jarak jauh 1500 meter diketahui bahwa sempat mengalami kecelakaan ketika remaja. Kecelakaan itu sempat membuat tubuhnya terbakar dan juga tertimpa kayu, hal ini menyebabkan ia menderita cacat fisik yang mengerikan.
Bahkan dokter dan keluarganya sendiri hampir-hampir kehilangan harapan, apakah dia mampu bertahan hidup atau tidak. Namun, pada akhirnya ia mampu membuktikan bahwa ia sanggup bangkit dari kursi roda. Ia menaklukan kelemahan dan mengalahkan kelumpuhan. Ia belajar berjalan, bahkan berlari. Latihan demi latihan dilakukannya hingga pada akhirnya membuat ia tercatat dalam sejarah atletik dunia.
Terlihat jelas bukan bagaimana mereka semua bisa berdamai dengan ‘badai’ kehidupan yang hampir saja merenggut semua harapan dan kebahagiaan. Cara mereka menghadapi dunia adalah cara menakjubkan yang harusnya menjadi pelajaran berharga bagi kita semua yang masih memiliki fisik yang sempurna. Bukan saja tidak bergantung pada orang lain tapi di tengah keterpurukannya, mereka tetap saja mampu memberi manfaat dan menginspirasi orang lain.
‘Badai’ dalam kehidupan akan selalu ada bukan? Jika ia, mengapa kita masih mengeluh, mengapa kita masih tidak bersyukur, mengapa kita masih meratapi kekurangan, mengapa?